Setegar
apapun seseorang dia, suatu saat memerlukan sahabat untuk menangis di
bahunya. Tidak harus diartikan harfiah memang, namun pada hakikatnya
semua orang memerlukan "tempat curhat" untuk meringankan beban yang
dipikulnya sehari-hari. Seseorang yang menyediakan kedua telinganya
untuk mendengar dan hatinya untuk berempati tanpa menasihati atau
menghakimi.
Hidup
memang terkadang tidak bersahabat, sehingga kita memerlukan sahabat
untuk menjalani dan menghadapi kehidupan itu. Seorang sahabat yang
menyediakan energi untuk kita agar mampu bangkit dan bersemangat
kembali. Bahkan Rasulullah SAW saat menerima wahyu untuk pertama
kalinya, beliau sedemikian takut hingga menggigil berkeringat dingin
sampai perlu ditenangkan dan diselimuti istrinya, Khadijah R.A.
Namun
sahabat kita itu bukanlah malaikat-malaikat bersayap yang tidak pernah
berbuat salah atau tidak pernah merasa lelah. Mereka adalah manusia
yang tercipta dari tanah lumpung yang sama dengan diri kita. Tidaklah
bijaksana apabila kita memaksakan kehendak kita kepada mereka setiap
saat.
Suatu
kesalahan besar, apabila kita menuntut para sahabat kita untuk
mendampingi dan menemani kita setiap waktu. Mereka juga punya
kepentingan sendiri yang menuntut kehadiran dan kemampuan terbaik
mereka. Mereka pun perlu memiliki waktu-waktu tertentu yang dapat
mereka nikmati tanpa kehadiran orang lain.
Persahabatan
sejati adalah persahabatan yang saling mengisi dan saling meningkatkan
kualitas diri dalam berbagai bidang kehidupan. Kekurangan seorang
sahabat adalah ladang amal bagi kita dan kelebihan seorang sahabat
adalah ladang ilmu bagi kita. Dalam tingkatan yang lebih tinggi, kedua
sahabat saling bercermin pada sahabatnya agar bisa melihat kekurangan
dan kelebihan dirinya secara jujur, tanpa menjadi minder atau sombong.
Pada
hakikatnya persahabatan yang sejati adalah persahabatan yang "Menjadi"
bukan persahabatan yang sekedar "memiliki" seorang sahabat. "Menjadi"
di sini adalah menjadikan sang sahabat sebagai guru dan murid
sekaligus. Ada kalanya kita mengajari, mengkritik dan memberi saran
pada sang sahabat dan ada kalanya kitalah yang menerima semua hal
tersebut.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah pepatah Arab "Sahabat
yang baik adalah yang menunjukkan kepada kebaikan. Sahabat itu yang
dapat membuatmu menangis akan hakikat kehidupan, bukan membuatmu
tertawa." Semua itu hanya bisa terjalin dengan adanya komunikasi
yang baik dan efektif. Komunikasi yang baik bukan berati tanpa hambatan
atau kesalahpahaman. Namun, dalam komunikasi yang sehat dan baik,
konflik bisa segera diatasi dan persahabatan tetap dapat dipertahankan
dan dijalin kembali dengan lebih baik lagi.
Kemudahan
dan kecepatan akses komunikasi yang dihasilkan oleh perkembangan pesat
teknologi informasi, tidak lantas menjamin bahwa persahabatan akan
terbina dengan baik. Kecepatan peralihan informasi justru sering kali
membuka peluang yang besar untuk salah paham, sehingga merusak atau
bahkan menghancurkan persahabatan. Pesatnya kemajuan teknologi
informasi tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan dan
ketrampilan manusia berkomunikasi dengan sesamanya. Terkadang kata-kata
atau canda yang tidak tepat bisa merusak, minimal mengurangi, tingkat
kepercayaan seseorang pada sahabatnya.
Persahabatan
terjalin karena kepedulian, kepedulian terbentuk karena pengertian,
pengertian diperoleh dengan komunikasi yang baik dan efektif.
Sebaliknya, komunikasi yang tidak efektif menghasilkan kesalahpahaman.
Kesalahpahaman menghasilkan prasangka buruk. Prasangka buruk
menghasilkan ketidakpercayaan. Dan pada akhirnya, ketidakpercayaan
menghasilkan permusuhan. Apabila permusuhan sudah terjadi, sangat sulit
untuk kembali menjalin komunikasi. Sungguh merupakan sebuah kerugian
besar apabila persahabatan, apalagi yang sudah terbina dalam waktu yang
lama, harus terputus dan hancur begitu saja. (Muhammad Nahar
http://wasathon.com/humaniora/read/arti_seorang_sahabat/
http://wasathon.com/humaniora/read/arti_seorang_sahabat/
0 komentar:
Posting Komentar